Senin, 13 April 2009

ISLAM DALAM PENGERTIAN YANG SEBENARNYA

ISLAM DALAM PENGERTIAN YANG SEBENARNYA


Islam adalah agama dalam pengertian definisi nomor delapan tersebut diatas yaitu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sumber dari ajaran-ajaran yang menganut berbagai aspek itu adalah Al-quran dan hadis.
Dalam paham dan keyakinan umat islam Al-quran mengandung sabda (firman) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Wahyu ada tiga macam seperti yang dijelaskan dalam Al-quran surat 42(Al-syura) ayat 51 dan 52 yang mengatakan:
“ Tidak dapat terjadi bagi manusia bahwa Tuhan berbicara dengannya, kecuali melalui wahyu, atau dari belakang tabir ataupun melalui utusan yang dikirim, maka disampaikanlah kepadanya dengan seizin Tuhan apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Tuhan Maha Tinggi dan Maha Bijaksana Demikianlah Kami kirimkan kepadamu roh atas perintah Kami”.
Wahyu dalam bentuk pertama tersebut diatas adalah pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya. Wahyu bentuk kedua ialah pengalaman dan penglihatan didalam keadaan tidur atau didalam keadaan trance. Di dalam bahasa asingnya disebut ru’ya (dream) atau kasy (vision). Wahyu bentuk ketiga adalah yang diberikan melalui utusan malaikat jibril dan wahyu ini di sampaikan dalam bentuk kata-kata.
Wahyu yang di turunkan kepada Nabi Muhammad adalah wahyu dalam bentuk ketiga , dijelaskan dalam Al-quran Surat 26 (Al-Syua’ra) ayat 192-195 mengatakan:
“Sesungguhnya ini adalah wahyu semesta alam. Dibawa turun oleh Roh Setia kedalam hatimu agar engkau dapat memberi ingat. Dalam bahasa Arab yang jelas”.
Selanjutnya surat 16(An-Nahl ) ayat 102 menyabutkan:
“Katakanlah: siapa yang menjadi musuh Jibril maka ialah sebenarnya yang membawanya turun kedalam hatimu dangan seizin Tuhan untuk membenarkan apa yang (datang) sebelumnya dan untuk menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang percaya”.
Dalam hadis Aisyah mengenai wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi, dapat kita baca bagaimana ketatnya Jibril merangkul beliau, sehingga beliau merasa sakit dan kemudian disuruh mengulangi apa yang diturunkan Jibril yaitu
“Bacalah (recite) dangan nama Tuhan yang menciptakan, manciptakan manusia dari segumpal darah. Baca dan Tuhanmu Maha Pemurah”.
Atas dasar ayat-ayat dan hadis-hadis inilah kita umat islam mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung dalam Al-quran adalah wahyu dari Tuhan. Dalam hal ini, wahyu menurut paham islam berlainan dangan wahyu menurut paham agama lain misalnya agama Kristen. Dalam agama ini, injil dalam teksnya bukanlah wahyu yang di wahyukan hanyalah isi atau arti yang dikandung dari teks itu.
Wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad turun bukan sekaligus tetapi sepotong demi sepotong dalam masa kurang lebih 23 tahun. Yang dilakukan Nabi pada waktu itu ialah setiap wahyu turun beliau sampaikan kepada sahabat-sahabat untuk dicatat dan dihafal.
Zaid bin Sabit adalah sekretaris utama yang mencatat dalam bentuk tulisan ayat-ayat yang diturunkan itu. Selain dari sekretaris ini disebut juga nama sahabat-sahabat lain yang disuruh mencatat sperti Abu Bakar, Usman, Umar,Ali, Zubair Ibn Awam, Abdullah Ibn Sa’ad dan Ubay Ibn Kaab. Ayat-ayat itu ditulis diatas batu , tulang, pelepah kurma, dan lain-lain. Penghafal-penghafal profesionil sebagai diakui oleh A.Guillaume merupakan bagian dari anggota masyarakat yaitu bagian yang tidak mesti ada dalam masyarakat Arab dahulu.
Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat itu dalam bentuk buku terjadi setelah banyaknya sahabat-sahabat yang menghafal Al-Quran gugur dalam peperangan yang timbul di zaman Abu Bakar, satu tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad. Dengan gugurnya penghafal-penghafal Al-Quran dikhawatirkan bahwa ayat-ayat Al-Quran akan dapat turut hilang. Maka atas anjuran Umar, Abu Bakar memerintahkan Zaid Ibn Sabit dan sahabat-sahabat lain untuk mengumpulkan ayat-ayat yang tertulis diatas batu, tulang-tulang, pelepah kurma dan yang dihafal oleh sahabat itu dalam bentuk satu buku.
Berdasarkan atas sejarah pembukuan yang jelas ini kita Islam berkeyakinan bahwa teks Al-Quran yang ada sekarang betul sesuai dengan apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Bahwa Al-Qur’an sekarang betul orisinil dari Nabi Muhammad s.a.w. diakui juga oleh orang-orang Orientalis.. Nicholson umpamanya mengatakan "............. its genuineness is above suspicion", dan menulis "............. it seems reasonably well established............. the original form and contents of Mohammed's discourses preserved with serupulous precision ".
Hadis, sebagai sumber kedua dari ajaran-ajaran Islam, mengandung sunnah (tradisi) Nabi Muhammad. Sunnah biasanya berbentuk ucapan, perbuatan atau persetujuan secara diam dari Nabi. Berlainan halnya dengan Al-Qur-an, hadis tidak dikenal, dicatat tidak dihafal di zaman Nabi. Alasan yang selalu dikemukakan ialah bahwa pencatatan dan penghafalan hadis dilarang Nabi, karena dikuatirkan akan terjadi percampur-bauran antara Al-Qur-an sebagai Sabda Tuhan dan hadis sebagai ucapan-ucapan Nabi. Umar Ibn Al-Khatab sebagai Khalifah kedua berniat untuk membukukan hadis Nabi, tetapi karena takut akan terjadi kekacauan antara Al-Qur-an dan hadis, niat itu tidak jadi dilaksanakan.
Pembukuan baru terjadi di permulaan abad kedua Hijri, yaitu ketika Khalifah Umar Abd AI-Aziz (717-720 M) meminta dari Abu Bakar Muhammad Ibn Umar dan Muhammad Ibn Syihab Al-Zuhri, mengumpulkan hadis Nabi yang mereka peroleh. Di tahun 140 H, Malik Ibn Anas menyusun hadis Nabi dalam buku Al-Muwatta.
Pembukuan secara besar-besaran terjadi di abad ketiga Hijri oleh Bukhari. Muslim, Abu Daud, Al-Nasa'i, Al-Tarmizi dan Ibn Majah. Keenam buku kumpulan hadis inilah yang banyak dipakai sampai sekarang. Karena hadis tidak dihafal dan tidak dicatat dari sejak semula, tidaklah dapat diketahui dengan pasti mana hadis yang betul-betul berasal dari Nabi dan mana hadis yang dibuat-buat. Abu Bakar dan Umar sendiri, walaupun mereka sezaman dengan Nabi, bahkan dua sahabat yang terdekat dengan Nabi, tidak begitu saja menerima hadis yang disampaikan kepada mereka.
Jumlah hadis yang dikatakan berasal dari Nabi bertambah banyak, sehingga keadaannya bertambah sulit membedakan mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat-buat. Diriwayatkan bahwa Bukhari mengumpulkan 600.000 (enam ratus ribu) hadis, tetapi setelah seleksi, yang dianggapnya hadis orisinil hanya 3.000 (tiga ribu) dari yang 600.000 itu, yaitu hanya setengah persen. Oleh karena itu kekuatan hadis sebagai sumber ajaran-ajaran Islam tidak sama dengan kekuatan Al-Qur-an.

Inilah dua sumber nash dari ajaran Islam dalam segala aspeknya. Ajaran yang terpenting dari Islam ialah ajaran tauhid, maka sebagai halnya dalam agama monoteisme atau agama tauhid lainnya. yang menjadi dasar segala dasar di sini ialah pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Semua soal ini dibahas oleh ilmu tauhid atau ilmu kalam yang dalam istilah Baratnya disebut teologi. Aspek teologi merupakan aspek yang penting sebagai dasar bagi Islam.
Salah satu ajaran dasar lain dalam agama Islam ialah bahwa manusia yang tersusun dari badan dan roh itu berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang datang dari Tuhan juga suci dan akan dapat kembali ke tempat asalnya di sisi Tuhan, kalau ia tetap suci. Kalau ia menjadi kotor dengan masuknya ia ke dalam tubuh manusia yang bersifat materi itu, ia tak akan dapat kembali ke tempat asalnya.
Oleh karena itu harus diusahakan supaya roh tetap suci dan manusia menjadi baik. Ajaran Islam mengenai hal ini dapat disimpulkan dalam ibadah bentuk salat, puasa, zakat, haji dan ajaran-ajaran mengenai moral atau akhlak Islam. Nabi Muhammad memang mengatakan bahwa beliau datang untuk menyempurnakan pengertian budi pekerti luhur (Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti luhur). Aspek ibadah dan ajaran moral ini juga merupakan aspek penting dari Islam
Ada segolongan umat Islam yang tidak merasa puas dengan cara formal yang terdapat dalam ibadah untuk mendekati Tuhan. Dengan kata lain , hidup spirituil yang diperoleh melalui ibadah biasa belum memuaskan kebutuhan spirituil mereka, maka mereka rnencari jalan yang membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan, sehingga mereka merasa dapat melihat Tuhan dengan hati-sanubari, bahkan merasa bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran mengenai ini dalam mistisisme Islam yang dalam istilah Arabnya disebut tasawwuf.
Sufi-sufi mempunyai murid-murid dan di antaranya ada yang meneruskan ajaran sufi yang menjadi gurunya daiam bentuk tarekat. Tarekat pada mulanya berarti jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk berada di hadirat Tuhan, tetapi kemudian ia mengandung arti organisasi yang mempunyai corak latihan spirituil. Masing-masing tarekat mempunyai corak latihan spirituilnya sendiri. Tarekat banyak dan di antaranya adalah yang berikut : Ahmadia di Mesir, Bektasyia di Turki, Kadiria berasal dari Bagdad, Naksyabandia (berasal dari Turkistan), Rifa'ia (berasal dari Irak), Sanusia (Libiya), Syadilia (Tunis), Syattaria (India) dan Tijana (Maroko). Tasawwuf dan tarekat memberikan aspek mistisisme dalam Islam.
Selanjutnya Islam berpendapat bahwa hidup manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari hidup manusia di akhirat, bahkan lebih dari itu corak hidup manusia di dunia ini menentukan corak hidupnya di akhirat kelak. Oleh sebab itu Islam mengandung peraturan-peraturan tentang kehidupan masyarakat manusia. Demikianlah terdapat peraturan-peraturan mengenai hidup kekeluargaan (perkawinan, perceraian, waris dan lain-lain) tentang hidup ekonomi dalam bentuk jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan dan lain-lain, tentang hidup kenegaraan, tentang kejahatan (pidana), tentang hubungan Islam dan bukan Islam, tentang hubungan orang kaya dengan orang miskin dan sebagainya. Semua ini dibahas dalam lapangan hukum Islam yang dalam istilah Islamnya disebut ilmu fikih. Fikih memberikan gambaran tentang aspek hukum dari Islam.
Sementara itu Islam dalam sejarah mengambil bentuk kenegaraan. Dalam perkembangannya terjadi perbedaan faham tentang organisasi negara yang semestinya. Perbedaan faham terbesar dalam soal lembaga politik ini terdapat antara kaum Sunni dan kaum Syi'ah. Kaum Sunni berpendapat bahwa kepala negara tidak mesti dari keturunan Nabi melalui Fatimah dan Ali. Kaum Syi'ah sebaliknya berkeyakinan bahwa hanya keturunan Nabi yang boleh menjadi kepala-negara. Selanjutnya terdapat pula perbedaan faham tentang persoalan apakah jabatan kepala-negara mempunyai sifat turun-temurun dari bapak kepada anak, ataukah pengangkatan kepala-negara didasarkan atas kesanggupan serta keahlian dan bukan atas keturunan. Islam sebagai negara tentu mempunyai lembaga-lembaga kemasyarakatan lain, seperti lembaga kekeluargaan, lembaga kemiliteran, lembaga kepolisian, lembaga kehakiman dan lembaga pendidikan. .
Lebih lanjut lagi Islam mengajarkan bahwa Tuhan adalah Pencipta semesta alam. Oleh karena itu perlu dibahas arti penciptaan, materi yang diciptakan, hakekat roh, kejadian alam, hakekat aqal, hakekat wujud, arti qidam (tidak bermula) dan lain-lain. Pemikiran dan pembahasan dalam hal-hal ini dilakukan oleh akal. Maka timbullah persoalan akal dan wahyu serta falsafat dan agama.
Akhirnya Islam mempunyai wujud dalam masa. Tahun Islam mulai dihitung dari hijrah Nabi ke Medinah di tahun 622 M dan sekarang Islam telah berusia dekat empat belas abad. Dari Semenanjung Arabia Islam meluas ke Palestina, Suria, Mesopotamia, Persia, India, Asia, Tengah, Malaysia, Indonesia dan Filipina di Timur, dan ke Mesir, Afrika Utara, Spanyol dan Afrika Tengah di Barat kemudian ke Asia Kecil dan dari sana ke Eropah Timur sampai ke Austria. Dalam ekspansi ke Timur dan ke Barat itu Islam bertemu dengan peradaban-peradaban klasik, terutama peradaban Yunani dan Persia, dan kontak ini menimbulkan peradaban yang bercorak Islam dan yang berpengaruh di masanya, bahkan mempunyai pengaruh bagi peradaban Barat modern sekarang. Ini semua dibahas dalam sejarah kebudayaan Islam.
Dengan adanya kontak antara Islam dan kemajuan Barat yang dimulai pada pembukaan abad kesembilan belas yang lalu, umat Islam dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran modern Barat. Dalam Islam timbullah pula pemikiran pembaharuan, yang masih menjadi soal hangat sampai di zaman kita sekarang. Maka di samping aspek-aspek tersebut, terdapat pula aspek modernisasi atau pembaharuan dalam Islam.
Jadi Islam, berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadat, aspek moral, aspek mistisisme, aspek falsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan lain sebagainya.
Aspek teologi tidak hanya mempunyai satu aliran tetapi berbagai aliran : ada aliran yang bercorak liberal, yaitu aliran yang banyak memakai kekuatan akal di samping ke percayaan pada wahyu dan ada pula yang bersifat tradisionil, yaitu aliran yang sedikit memakai akal dan banyak bergantung pada wahyu. Di antara kedua aliran ini terdapat pula aliran-aliran yang tidak terlalu liberal, tetapi tidak pula terlalu tradisionil. Dalam aspek hokum demikian pula terdapat bukan hanya satu mazhab, tetapi berbagai rupa mazhab dan yang diakui sekarang hanya empat yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan
Hambali.
Nyatalah bahwa Islam mempunyai berbagai rupa aspek, aliran dan mazhab. Pengetahuan Islam hanya dari satu-dua aspek, dan itupun hanya dari satu aliran dan satu mazhab, menimbulkan pengetahuan yang tidak lengkap tentang Islam. Islam di Indonesia pada umumnya dikenal hanya dari aspek teologi, dan itupun hanya dari aliran tradisionilnya, dari aspek hukum, yaitu menurut mazhab Syafi'i dan dari aspek ibadat. Aspek-aspek lainnya, moral, mistisisme, falsafat, sejarah dan kebudayaan serta aliran-aliran dan mazhab-mazhab lainnya kurang dikenal. Oleh karena itu pengetahuan kita di Indonesia tentang Islam tidak sempurna. Dengan lain kata hakekat Islam tidak begitu dikenal. Ini menimbulkan kesalah fahaman tentang Islam.
Timbul kesalah-fahaman bahwa Islam bersifat sempit dan tidak sesuai
dengan kemajuan modern. Karena mengetahui satu mazhab fikih saja, ada hal-hal yang dianggap haram menutut Islam, sedang sebenarnya hal-hal itu haram menurut mazhab tersebut dan tidak menurut mazhab lain. Demikian pula kesalahfahaman bahwa Islam mengajarkan fatalisme atau jabariah, sedang ini sebenarnya adalah ajaran dari satu aliran dalam Islam. Aliran lain mempunyai faham free will atau qadariah. Demikian pula timbul kesalah-fahaman Islam mengajarkan kesenangan materi, karena surga dan neraka diberi gambaran sebagai kesenangan materi dan kesengsaraan jasmani. Ini sebenarnya hanyalah faham golongan tertentu dalam Islam, karena kaum sufi dan kaum filosof menggambarkan sorga dan neraka sebagai keeenangan dan kesengsaraan rohani dan intelektuil.
Untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan faham itu perlulah diketahui dan diajarkan hakekat Islam, yaitu Islam dalam segala aspeknya. Mengetahui Islam dalam segala aspeknya secara mendetail sudah barang tentu tidak mudah dan menghendaki masa yang panjang dan usaha yang kuat. Mungkin orang akan menghabiskan semua umurnya untuk mengatahui itu. Dan itu memang tidak perlu. Yang diperlukan hanyalah mengetahui aspek-aspek dan aliran-aliran itu dalam garis besarnya. Sebagai dasar, pengetahuan yang demikian sudah cukup. Kemudian barulah orang mengadakan spesialisasi, yaitu spesialisasi dalam bidang teologi, falsafat dan tasawuf, spesialisasi dalam bidang, spesialisasi dalam bidang sejarah kebudayaan dan sebagainya. Mengadakan spesialisasi sebelum atau dengan tidak mengetahui aspek-aspek dan aliran-aliran lain dalam Islam menimbulkan pengetahuan yang tidak lengkap, bahkan yang salah tentang Islam. Untuk menghindarkannya perlulah pendekatan lama dirobah dengan pendekatan baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar