Rabu, 29 April 2009

BAB III ASPEK IBADAT, LATIHAN SPIRITUIL DAN AJARAN MORAL

Manusia dalam faham Islam, tersusun dari dua unsur yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan materil, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spirituil. Badan, karena mempunyai hawa nafsu dapat membawa pada kejahatan, sedang roh karena berasal dari unsur yang suci, mengajak kepada kesucian.
Oleh karena itu pendidikan jasmani manusia harus disempurnakan dengan pendidikan rohani. Pengembangan daya-daya jasmani seseorang tanpa dilengkapi dengan pengembangan daya rohani akan membuat hidupnya berat sebelah dan kehilangan keseimbangan. Orang yang demikian akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup duniawi, apalagi kalau hal itu membawa kepada perbuatan-perbuatan tidak baik dan kejahatan. Oleh karena itu amatlah penting supaya roh yang ada dalam diri manusia mendapat latihan, sebagaimana badan manusia juga mendapat latihan.
Dalam Islam ibadatlah yang memberikan latihan rohani pada manusia itu. Semua ibadat yang ada dalam Islam seperti shalat, puasa, haji dan zakat bertujuan untuk membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa pada Tuhan, bahkan senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan senantiasa dekat pada Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci dapat mempertajam rasa kesucian seseorang. Rasa kesucian yang kuat dapat menjadi rem bagi hawa nafsu setiap manusia .
Di antara ibadat Islam, salah satunya shalat yaitu dengan cara mendekatkan diri dengan Tuhan. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan dialog tersebut berlaku antara dua fihak yang saling berhadapan. Dalam shalat seseorang melakukan hal-hal berikut: memuja ke-Maha Sucian Tuhan, menyerahkan diri kepada Tuhan, memohon supaya dilindungi dari godaan syetan, memohon diberi ampun dan dibersihkan dari dosa, memohon supaya diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan dijauhkan dari kesesatan serta perbuatan-perbuatan tidak baik, perbuatan-perbuatan jahat dan sebagainya. Pendek kata dalam dialog dengan Tuhan itu seseorang meminta supaya rohnya disucikan. Dialog ini wajib diadakan lima kali sehari, dan jika seseorang melakukannya lima kali sehari dengan sadar memohon pensucian roh, maka rohnya akan dapat menjadi bersih dan ia akan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik(jahat).
Puasa juga merupakan pensucian roh. Di dalam berpuasa seseorang harus menahan hawa nafsu makan, minum dan seks. Di samping itu ia juga harus menahan rasa amarah, menjelek-jelekan orang, bertengkar dan perbuatan-perbuatan kurang baik lainnya. Pada bulan puasa dianjurkan supaya orang banyak-banyak shalat dan membaca Al-Qur-an, yaitu hal-hal yang membawa orang dekat kepada Tuhan. Latihan ini disempurnakan dengan pernyataan rasa kasih kepada anggota masyarakat yang lemah kedudukan ekonominya dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka.
lbadat haji juga merupakan pensucian roh. Dalam mengerjakan haji di Mekkah, orang ke Baitullah (Rumah Tuhan dalam arti rumah peribadatan yang pertama didirikan atas perintah Tuhan di dunia). Dalam shalat, orang dapat merasa dekat sekali dengan Tuhan. Bacaan-bacaan yang diucapkan sewaktu mengerjakan haji itu juga merupakan dialog antara manusia dengan Tuhan. Usaha pensucian roh di sini disertai oleh latihan jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama mengerjakan haji perbuatan-perbuatan tidak baik harus di jauhi.
Zakat yaitu mengeluarkan sebagian dari harta untuk menolong fakir-miskin dan sebagainya juga merupakan pensucian roh. Di sini roh dilatih menjauhi kerakusan pada harta dan memupuk rasa bersaudara, rasa kasihan dan suka menolong anggota masyarakat yang berada dalam kekurangan.
Ibadat dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah seperti penyembahan yang terdapat dalam agama-agma primitif. Pengertian serupa ini adalah pengertian yang tidak tepat. Betul ayat 56 dari Surat Al-Zariat mengatakan : dan ini
diartikan bahwa manusia diciptakan semata-mata untuk beribadat kepada Tuhan yaitu mengerjakan shalat, puasa, haji dan zakat. Sebenarnya Tuhan tidak berhajat untuk disembah atau dipuja manusia. Tuhan adalah Maha Sempurna dan tak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu kata " ” disini lebih tepat kalau diberi arti lain daripada arti beribadat, mengabdi, memuja, apalagi menyembah. Lebih tepat kelihatannya kalau kata itu diberi arti tunduk dan
patuh dan kata memang mengandung arti tunduk dan patuh
sehingga arti ayat itu menjadi :
'Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan patuh kepadaKu ".
Arti ini lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan muttaqi, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari hukuman Tuhan di Hari Kiamat dengan mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan.Dengan lain kata, manusia diciptakan Tuhan sebenarnya ialah untuk berbuat baik dan tidak untuk berbuat jahat, sungguhpun di dunia ada manusia yang memilih kejahatan.
Selanjutnya arti sembah dan sembahyang yang diberikan kepada " " ” dan " " juga membawa kepada faham yang tidak tepat: Kata sembahyang berasal dari suatu bahasa yang memakai falsafat lain dari falsafat Islam. Sembahyang mengandung arti menyembah kekuatan gaib dalam faham masyarakat animisme dan politeisme. Dalam falsafat masyarakat serupa ini kekuatan gaib yang demikian ditakuti dan mesti disembah dan diberi sesajen agar ia jangan murka dan jangan membawa bencana bagi alam. Kata sembahyang yang mengandung arti demikian, ketika dibawa ke dalam konteks Islam, sebagai terjemahan bagi kata " " dan " ", menimbulkan perubahan dalam konsep Tuhan yang ada dalam Islam. Dalam Islam Tuhan bukanlah merupakan suatu zat yang ditakuti tetapi suatu zat yang dikasihi. Ini ternyata dari ucapan : “ “, yang tiap hari berkali-kali dibaca umat Islam. Rahman dan Rahim berarti pengasih lagi Penyayang, jadi bukan Tuhan yang ditakuti, tetapi Tuhan yang dikasihi manusia.
Tetapi kata sembahyang yang masuk ke dalam konteks Islam itu menghilangkan sifat Pengasih dan Penyayang itu dari kesadaran kita umat Islam. Inilah pula kelihatan salah satu sebabnya maka “ “ dalam Al-Qur’an di Indonesiakan menjadi "takutilah Tuhan" sedang arti sebenarnya ialah "pelihara dan jagalah dirimu dari hukum Tuhan di akhirat dan kepada perintah dan ". Tujuan ibadat dalam Islam bukanlah menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada Tuhan, agar dengan demikian roh mausia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci, sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh suci membawa kepada budi pekerti baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadat, di samping merupakan latihan spirituil, juga merupakan latihan moral.
Shalat memang erat hubungannya dengan latihan moral : Ayat 45 dari Surat Al-Ankabut menyatakan :
"Shalat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik".
Hadis Nabi lebih lanjut menjelaskan :
Yang mengandung arti bahwa salat yang tidak mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik bukanlah sebena salat. Salat demikian tidak ada artinya dan membuat orang berubah jauh dari Tuhan. Dalam satu hadis qudsi disebut : yaitu Tuhan akan menerima salat orang yang merendah diri tidak sombong, tidak menentang malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka
menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang yang dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan shalat ialah menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.
Demikian juga puasa dekat hubungannya dengan latihan moral. Ayat 183 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :
"Hai orang-orang yang percaya, berpuasa diwajibkan bagi kamu sebagai halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi manusia bertaqwa".
Bertakwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. Hadis-hadis Nabi juga mengkaitkan puasa dengan perbuatan-perbuatan tidak baik. Salah satu hadis mengatakan :
Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan perbuatan tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari makan dan minum, karena puasanya tak berguna. Hadis lain lagi mengatakan : Dengan demikian berpuasa bukanlah menahan diri dari makan dan minum, tetapi menahan diri dari ucapan-ucapan tidak lagi kotor.
Mengenai haji, ayat 197 dari Surat Al-Baqarah :
Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan haji orang tidak mengeluarkan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak boleh berbuat hal-hal tidak baik dan tidak boleh bertengkar.
Tentang zakat ayat 103 dari Surat Al-Taubah :
Menjelaskan bahwa zakat diambil dari harta untuk membersihkan dan mensucikan pemiliknya.
Hadits berikut : menerangkan bahwa arti sedekah luas sekali sehingga ia mencakupi
senyuman kepada manusia, seruan pada perbuatan baik dan larangan dari berbuat jahat, memberi petunjuk kepada manusia, menjauhkan diri dari jalan, memberi air yang ada digayung kita kepada orang yang berhajat dan menuntun orang yang lemah penglihatannya. Bahwa semua ibadat itu dekat hubungannya dengan pendidikan moral dijelaskan lebih lanjut oleh hadis-hadis di bawah ini. Pernah orang bertanya kepada Nabi :
Jadi sebagaimana dijelaskan hadis ini orang yang kuat sembah, berpuasa dan bersedekah, tetapi lidahnya menyakiti tetangga, masuk neraka. Dan orang yang sedikit menjalankan ibadat sembahyang, puasa dan sedekah, tidak menyakiti hati tetangga akan masuk surga. Hadis berikut menjelaskan : Bahwa orang yang berdusta, tidak menepati janji dan berkhianat, munafik, sungguhpun ia mengaku dirinya orang Islam, berpuasa, mengerjakan shalat,haji dan umrah. Menurut hadis berikut : ada hal yang lebih tinggi derjatnya dari salat, puasa dan sedekah. Ketika
para sahabat mengatakan ingin mengetahui hal itu, Nabi menjawab :
Memperbaiki tali persahabatan.
Hadits di bawah ini :
menerangkan bahwa sifat pemurah membuat orang dekat pada Tuhan
dan surga, sedang sifat bakhil membuat orang jauh dari Tuhan surga. Dan
begitu terpujinya sifat pemurah sehingga orang (tidak tahu) tetapi pemurah lebih
dikasihi Tuhan dari orang banyak beribadat tetapi bakhil.
Demikianlah Al-Qur’an dan hadits menjelaskan bahwa ibadat
sebenarnya merupakan latihan spirituil dan moral dalam Islam membina
manusia yang tidak kehilangan keseimbangan hidup, lagi berbudi pekerti luhur.
Di samping latihan spirituil dan moral ini, Al-Qur’an dan juga membawa
ajaran-ajaran atau norma-norma moral yang dilaksanakan dan dipegang setiap
orang Islam.
Ayat 58 dari Surat Al-Nisa’ :
mengajarkan supaya manusia mengetahui hak orang lain dan bersikap
ikhlas terhadap hak itu. Ayat ini memerintahkan supaya amanat (hak yang
dipercayakan kepada seseorang) diteruskan kepada yang berhak. Juga ayat ini
mengajarkan supaya manusia berlaku adil.
Ayat 90 dari Surat Al-Nahl :
Disamping mengandung perintah supaya manusia bersikap adil, baik
kepada orang dan menolong keluarga juga mengandung larangan berbuat tidak
baik dan jahat.
7
Selanjutnya ayat 188 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :
Janganlah kamu memakan harta orang lain dengan alasan palsu dan
jangan bawa hal itu ke depan hakim dengan maksud agar kamu dapat
memakan harta orang lain dengan jalan tidak benar.
Ayat 24, 25 dan 26 dari Surat Ibrahim :
selanjutnya menerangkan bahwa kata-kata baik serupa dengan pohon
subur yang akarnya teguh dan rantingnya meninggi ke langit bahwa kata-kata
buruk serupa dengan pohon yang dekat mati akan tercabut dari tanah karena
tak mempunyai dasar.
Ayat 11 dan 12 dari Surat-Hujrat :
Lebih lanjut lagi mengajarkan hal-hal berikut :
Janganlah mencemoohkan orang lain, karena mungkin lebih baik dari
kita sendiri; jangan mencela orang lain, jangan memberi nama julukan tidak
baik; jangan berburuk sangka, karena sebahagian buruk sangka merupakan
dosa; jangan mencari-cari kesalahan orang dan jangan mengumpat orang.
Semua ini adalah perbuatan-perbuatan tidak baik yang harus dijauhi.
Selain dari ajaran-ajaran akhlak, Al-Qur’an bahkan mengandung ajaranajaran
bagaimana seharusnya tingkah laku seseorang dalam hidup sehari-hari.
8
Ayat 27 dan 28 dari Surat Al-Nur :
Umpamanya mengajarkan agar seseorang jangan memasuki rumah
orang lain sebelum meminta izin serta memberikan salam dan kalau tidak diberi
izin masuk supaya kembali saja, karena itu adalah lebih baik.
Ayat 58 dari surat itu juga :
Selanjutnya mengajarkan agar sebelum memasuki ruang tertutup orang
harus meminta izin terlebih dahulu, dengan mengetok umpamanya, tiga kali,
walaupun bagi anak yang belum dewasa.
Demikianlah pentingnya budi-pekerti luhur dan tingkah laku sehari-hari
dalam Islam, sehingga hal-hal itu disebut Tuhan dalam Al-Qur-an. Dan Nabi
Muharnmad sendiri mengatakan bahwa beliau diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan ajaran-ajaran tentang budi-pekerti luhur. Beliau juga
menerangkan : Tuhan telah menentukan Islam sebagai agamamu, maka
hiasilah agama itu dengan budi-pekerti baik dan hati pemurah.
Berkata benar dan tidak berdusta adalah norma moral yang penting.
Nabi mengatakan : “Kata benar menimbulkan ketenteran tetapi dusta
menimbulkan kecemasan”. Menurut 'Aisyah, sifat yang paling dibenci Nabi ialah
berdusta. Seorang mu'min, kata Nabi, boleh bersifat penakut dan bakhil, tetapi
sekali-kali tak boleh berdusta. Tiga macam orang, kata Nabi, yang tak akan
masuk surga, orang tua yang berzina, Imam yang berdusta, dan kepala yang
bersifat angkuh. Mengenai kejujuran Nabi mengatakan : "Tidak terdapat iman
dalam diri orang yang tidak jujur dan tidaklah beragama orang yang tak dapat
dipegang janjinya". Dan seorang pernah bertanya kepada Nabi : "Kapan hari
kiamat ?" jawab beliau :
“Kalau kejujuran telah hilang". Janji harus ditepati walaupun kepada musuh.
Nabi pernah mengucapkan kata-kata berikut: "jika seseorang berjanji tidak akan
membunuh seseorang lain, tetapi orang itu kemudian ia bunuh, maka aku suci
dari perbuatannya, sungguhnya yang ia bunuh itu adalah orang kafir". Orang
pernah bertanya kepada Nabi tentang semulia-mulia manusia. Nabi
menerangkan : “Orang yang hatinya bersih lagi suci dan lidahnya benar". Juga
Nabi mengatakan bahwa orang yang suka mencaci dan hatinya berisi rasa
dengki akan masuk neraka. Selanjutnya orang yang kuat kata Nabi, bukanlah
orang yang tak dapat dikalahkan kekuatan fisiknya, tetapi yang kuat ialah orang
yang dapat menahan amarahrya. Hadis lain lagi menerangkan bahwa orang
9
yang dapat menahan marahnya di hari kiamat akan dapat memilih bidadari yang
disukainya. Lebih lanjut lagi Nabi mengatakan bahwa derjat yang tinggi
diberikan Tuhan kepada orang yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang tak menghargainya, memaafkan orang yang tak mau memberi apa-apa
kepadanya dan tetap bersahabat dengan orang yang memutuskan tali
persaudaraan dengan dia. Hadis juga mengatakan bahwa orang yang paling tak
disenangi Tuhan ialah orang yang berdendam khusumat.
Demikianlah hadis-hadis Nabi banyak menyebut norma-norma akhlak
mulia dan Nabi sendiri dikenal sebagai orang yang budi pekertinya luhur.
Al-Qur’an mengatakan : “ “ Tegasnya, Islam sebagai
halnya dengan agama-agama lain, amat mementingkan pendidikan spirituil dan
moral. Di sinilah sebenarnya terletak inti-sari sesuatu agama. Inti-sari ajaranajaran
Islam,memang berkisar sekitar soal baik dan buruk, yaitu perbuatan
mana yang bersifat baik dan membawa kepada kebahagiaan, dan perbuatan
lana yang bersifat buruk atau jahat dan membawa kepada kemudaratan dan
kesengsaraan. Untuk kebahagiaan manusia, perbuatan aik dikerjakan dan
perbuatan jahat dijauhi.
Dalam Islam masalah baik dan buruk ini mengambil tempat yang penting
sekali. Bagi para teolog Islam soal itu memang merupakan salah satu masalah
yang banyak dan hangat mereka perbincangkan. Pokok masalah bagi aliranaliran
teologi yang terdapat dalam Islam ialah : Dapatkah manusia melalui
akalnya mengetahui perbuatan mana yang buruk ? Ataukah untuk mengetahui
itu, maka perlu pada wahyu ?
Golongan Asy'ariah mengatakan bahwa soal baik dan tidak tak dapat
diketahui oleh akal. Sekiranya wahyu tidak diturunkan Tuhan, manusia tidak
akan dapat memperbedakan perbuatan buruk dari perbuatan baik. Wahyulah
yang menentukan buruk-baik sesuatu perbuatan.
Kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa akal manusia cukup kuat untuk
mengetahui buruk-baiknya sesuatu perbuatan. Tanpa wahyu manusia dapat
mengetahui bahwa mencuri adalah perbuatan buruk dan menolong sesama
manusia adalah perbuatan baik. Hal itu tak diperlukan wahyu. Wahyu datang
hanya untuk memperkuat pendapat akal manusia dan untuk membuat nilai-nilai
yang dihasilkan fikiran manusia itu bersifat absolut dan universil, agar dengan
demikian mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh umat.
Selanjutnya, kata Mu'tazilah, setelah akal mengetahui yang baik dan apa
yang buruk, akal memerintahkan supaya peerbuatan baik itu dikerjakan dan
perbuatan buruk atau jahat itu dijauhi. Jadi sebelum wahyu diturunkan Tuhan,
manusia dalam faham Mu'tazilah, telah berkewajiban berbuat baik dan
berkewjiban menjauhi perbuatan jahat. Wahyu datang untuk memperkuat
perintah akal itu dan untuk membuat kewajiban-kewajiban akli tersebut menjadi
kewajiban syar'i yang bersifat absolut.
Bagi golongan Asy'ariah, karena akal tidak mampu mengetahui soal baik
dan soal buruk, manusia tidak mempunyai kewajiban apa-apa sebelum turunnya
wahyu.
Sekianlah sekedar masalah baik dan buruk dalam teologi Islam. Di
samping teologi, fikih atau hukum Islam sebenarnya juga memusatkan
pembahasan pada soal baik dan buruk itu. Pengertian wajib, haram, sunat dan
makruh hubungannya erat sekali dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk
atau jahat. Perbuatan ada di antaranya yang wajib dikerjakan dan ada pula di
anta yang sunnah dikerjakan. Perbuatan buruk atau jahat ada yang haram
dikerjakan dan ada yang makruh dikerjakan. Perbuatan-perbuatan tidak baik
10
yang haram atau makruh kalau dikerjakan, membawa kepada kemudhratan dan
kesengsaraan, sedang perbuatan-perbuatan baik yang wajib atau yang sunnah,
kalau dikerjakan, membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan.
Ancaman yang berupa neraka dan janji yang berupa surga di akhirat,
juga erat hubungannya dengan soal baik dan buruk ini. Orang yang berbuat baik
di dunia ini akan masuk surga di akhirat, dan orang yang berbuat jahat akan
masuk neraka. Yang dimaksud di sini dengan perbuatan baik bukan hanya yang
merupakan ibadat, tetapi juga perbuataan baik duniawi yang setiap hari
dilakukan manusia dalam hubungannya dengan manusia, bahkan juga dengan
makhluk lain, terutama binatang-binatang. Demikian pula yang dimaksud
dengan perbuatan buruk dan jahat adalah perbuatan buruk, dan jahat yang
dilakukan manusia, terhailap sesama manusia dan juga terhadap makhluk lain
di dunia.
Jelas bahwa dalam Islam, soal baik dan buruk, di samping soal
ketuhanan menjadi dasar agama yang penting. Ini demikian, karena yang ingin
dibina Islam ialah manusia baik yang menjauhi perbuatan-perbuatan buruk atau
jahat di dunia ini. Manusia serupa inilah sebenarnya yang dimaksud dengan
mu'min, muslim dan muttaqin (orang yang bertakwa). Mu'min ialah orang yang
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber nilai-nilai yang bersifat
absolut, muslim orang yang menyerahkan diri dan tunduk kepada Tuhan dan
muttaqi atau orang bertaqwa adalah orang yang memelihara diri dari hukuman
Tuhan di akhirat, yaitu orang yang patuh pada Tuhan, dalam arti patuh
menjalankan perintah-perintahNya dan patuh menjauhi larangan-laranganNya.
Perintah Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan baik sedang
larangan Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan buruk dan
jahat. Dengan tegasnya yang dimaksud dengan orang yang bertakwa ialah
orang baik yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan menjauhi kejahatankejahatan.
Kata muttaqin dalam Al-Qur’an memang dihubungkan dengan nilat-nilai
seperti suka menolong, sungguhpun si penolong sendiri berada dalam
kekurangan, dapat menahan amarah, suka membei maaf kepada orang lain,
menepati janji, sabar, tidak tinggi hati, suka kepada kebaikan dan benci pada
kejahatan, berbuat baik kepada orang lain, jujur, suka pada kebenaran dan
sebagainya. Kata muttaqin dalam A1-Qur’an selanjutnya dikontraskan dengan
orang yang berbuat onar dan kacau dalam masyarakat, orang yan berbuat
buruk, orang yang berdusta, orang yang bersikap zalim, penjahat, amoral dan
sebagainya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan mu'min, muslim dan muttaqin
sebenarnya adalah orang yang bermoral tinggi dan berbudi pekerti luhur. Tidak
mengherankan kalau soal akhlak dan budi pekerti luhur memang merupakan
ajaran yang penting sekali dalal Islam. Dan soal itu demikian pentingnya
sehingga, bukan hanya ibadat shalat, puasa, zakat serta haji saja, tetapi juga
hukum fikih dan konsep-konsep iman, Islam, surga, serta neraka, kesemuanya
sebagai dilihat di atas, erat hubungannya dengan perbuatan baik dan perbuatan
buruk manusia. Tujuan dasar dari semua ajaran-ajaran Islam memanglah untuk
mencegah manusia dari perbuatan buruk atau jahat dan selanjutnya untuk
mendorong manusia kepada perbuatan perbuatan baik. Dari manusia-manusia
baik dan berbudi pekerti luhurlah masyarakat baik dapat diwujudkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar